BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah
merupakan realitas masa lalu, keseluruhan fakta, dan peristiwa yang unik dan
berlaku. Hanya sekali dan tidak terulang untuk yang kedua kalinya. Oleh karena
itu, ada pandangan bahwa masa silam tidak perlu dihiraukan lagi, anggap saja
masa silam itu ”kuburan”. Pandangan ini tentu saja sangat subjektif dan
cenderung apriori sekaligus tidak memiliki argumentasi yang kuat. Tapi
bagaimanapun sebuah perirtiwa pada masa silam bisa dijadikan pandangan untuk
kehidupan yang akan datang agar lebih baik.
Kemunculan
tiga kerajaan Islam yaitu Kerajaan Turki Ustmani, Kerajaan Safawi di Persia dan
Kerajaan Mughal di India telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan
peradaban islam. Kerajaan Usmani meraih puncak kejayaan dibawah kepemimpinan
Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M) di kerajaan safawi, Syah Abbas I
membawa kerajaan tersebut meraih kemajuan dalam 40 tahun periode
kepemerintahannya dari tahun 1588-1628 M. Dan di Kerajaan Mughal meraih masa
keemasan di bawah Sultan Akbar (1542-1605 M).
Seperti
takdir yang telah Allah tentukan di setiap kejayaan tentu akan berganti dengan
kemunduran bahkan sebuah kehancuran. Demikian pula yang terjadi pada ketiga
kerajaan tersebut. Setelah pemerintahan yang gilang gemilang dibawah
kepemimpinan tiga raja itu, masing-masing kerajaan mengalami fase kemunduran.
Akan tetapi penyebab kemunduran tersebut berlangsung dengan kecepatan yang
berbeda-beda. Demikian pula yang terjadi pada Kerajaan Mughal (India) yang
telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan peradaban Islam.
Kemunduran-kemunduran inilah yang akan penulis bahas dalam makalah ini. Karena
pengaruhnya sangat besar terhadap kelangsungan peradaban Islam secara
keseluruhan.
Sejak Islam
masuk ke India pada masa Khalifah al-Walid dari Dinasti Bani Umayyah melalui
ekspedisi yang dipimpin oleh panglima Muhammad Ibn Qasim.peradaban Islam mulai
tumbuh dan menyebar di anak benua India. Kedudukan Islam di wilayah ini dan
berhasil menaklukkan seluruh kekuasaan Hindu dan serta mengislamkan sebagian
masyarakatnya. India pada tahun 1020 M. Setelah Gaznawi hancur muncullah
beberapa dinasti kecil yang menguasai negeri India ini, seperti Dinasti Mamluk,
Khalji, Tuglug, dan yang terakhir Dinasti Lodi yang didirikan
Bahlul Khan Lody.
Hadirnya Kerajaan Mughal membentuk
sebuah peradaban baru di daerah tersebut dimana pada saat itu mengalami
kemunduran dan keterbelakangan. Kerajaan Mughal yang bercorak Islam mampu
membangkitkan semangat ummat Islam di India.
Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan
Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di India. Jika pada dinasti-dinasti
sebelumnya Islam belum menemukan kejayaannya, maka kerajaan ini justru bersinar
dan berjaya. Keberadaan kerajaan ini dalam periodisasi sejarah Islam dikenal
sebagai masa kejayaan kedua setelah sebelumnya mengalami kecemerlangan pada
dinasti Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal-usul
Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal merupakan kelanjutan
dari kesultanan Delhi, sebab ia menandai puncak perjuangan panjang untuk
membentuk sebuah imperium India muslim yang didasarkan pada sebuah sintesa
antara warisan bangsa Persia dan bangsa India. Kerajaan Mughal bukanlah
kerajaan Islam pertama di India. Jika pada dinasti-dinasti sebelumnya Islam
belum menemukan kejayaannya, maka kerajaan ini justru bersinar dan berjaya.
Keberadaan kerajaan ini dalam periodisasi sejarah Islam dikenal sebagai masa
kejayaan kedua setelah sebelumnya mengalami kecemerlangan pada dinasti
Abbasiyah.
Kerajaan Mogul (Mughal-pen) ini
didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur (1526-1530M), salah satu dari cucu
Timor Lenk. Ayahnya Umar Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah
Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun. Ia berambisi dan
bertekat akan menaklukkan Samarkand yang menjadi kota penting di Asia Tengah
pada masa itu. Pada mulanya, ia mengalami kekalahan, tetapi karena mendapat
bantuan dari Raja Safawi, Ismail I akhirnya berhasil menaklukkan Samarkand pada
tahun 1494 M.[1]
Pada tahun 1504 M, ia menduduki
Kabul, ibu kota Afganistan. Setelah Kabul dapat ditaklukkan, Babur meneruskan
ekspansinya ke India. Kala itu Ibrahim Lodi, penguasa India, dilanda krisis,
sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau. Alam Khan, paman dari Ibrahim
Lodi, bersama-sama Daulat Khan, Gubernur Lahore, mengirim utusan ke Kabul,
meminta bantuan Babur untuk menjatuhkan pemerintahan Ibrahim Lody di Delhi.
Permohonan itu langung diterimanya. Pada tahun 1525 M, Babur berhasil
menguasai Punjab dengan ibu kota Lahore. Setelah itu, ia memimpin tentaranya
menuju Delhi. Pada 21 April 1526 M, terjadilah pertempuran yang dahsyat di
Panipat. Ibrahim Lody beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu.
Babur memaski kota Delhi sebagai pemenang dan menegakkan pemerintahannya di
sana. Dengan demikian berdirilah Kerajaan Mughal di India.[2]
Dari pendapat di atas, sesuatu yang
dapat disepakati bahwa Kerajaan Mughal merupakan warisan kebesaran Timur Lenk,
dan bukan warisan keturunan India yang asli. Meskipun demikian, Dinasti Mughal
telah memberi warna tersendiri bagi peradaban orang-orang India yang sebelumnya
identik dengan agama Hindu.
Babur bukanlah orang India. Syed
Mahmudun Nasir menulis, “Dia bukan orang Mughal. Di dalam memoarnya dia
menyebut dirinya orang Turki. Akan tetapi, cukup aneh, dinasti yang
didirikannya dikenal sebagai dinasti Mughal. Sebenarnya Mughal menjadi sebutan
umum bagi para petualang yang suka perang dari Persia di Asia Tengah, dan
meskipun Timur (Timur Lenk) dan semua pengikutnya menyumpahi nama itu sebagai
nama musuhnya yang paling sengit, nasib merekalah untuk dicap dengan nama itu,
dan sekarang tampaknya terlambat untuk memperbaiki kesalahan itu.”[3]
Dari pemaparan di atas dapat
disimpulkan bahwa faktor berdirinya Kerajaan Mughal adalah:
- Ambisi dan karakter Babur sebagai pewaris keperkasaan ras Mongolia
- Sebagai jawaban atas krisis yang tengah melanda India.[4]
Raja-raja
Mughal
Selama masa pemerintahannya Kerajaan
Mughal dipimpin oleh beberapa orang raja. Raja-raja yang sempat memerintah
adalah:
- Zahiruddin Muhammad Babur (1526-1530) adalah : Raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Mughal. Masa kepemimpinannnya digunakan untuk membangun fondasi pemerintahan. Awal kepemimpinannya, Babur masih menghadapi ancaman pihak-pihak musuh, utamanya dari kalangan Hindu yang tidak menyukai berdirinya Kerajaan Mughal. Orang-orang Hindu segera menyusun kekuatan gabungan, namun Babur berhasil mengalahkan mereka dalam suatu pertempuran. Sementara itu dinasti Lodi berusaha bangkit kembali menentang pemerintahan Babur dengan pimpinan Muhammad Lodi. Pada pertempuran di dekat Gogra, Babur dapat menumpas kekuatan Lodi pada tahun 1529. Setahun kemudian yakni pada tahun 1530 Babur meninggal dunia.
- Humayun (1530-1556), Sepeninggal Babur, tahta Kerajaan Mughal diteruskan oleh anaknya yang bemama Humayun. Humayun memerintah selama lebih dari seperempat abad (1530-1556 M). Pemerintahan Humayun dapat dikatakan sebagai masa konsolidasi kekuatan periode I. Sekalipun Babur berhasil mengamankan Mughal dari serangan musuh, Humayun masih saja menghadapi banyak tantangan. Ia berhasil mengalahkan pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang bermaksud melepaskan diri dari Delhi. Pada tahun 1450 Humayun mengalami kekalahan dalam peperangan yang dilancarkan oleh Sher Khan dari Afganistan. Ia melarikan diri ke Persia. Di pengasingan ia kembali menyusun kekuatan. Pada saat itu Persia dipimpin oleh penguasa Safawiyah yang bernama Tahmasp. Setelah lima belas tahun menyusun kekuatannya dalam pengasingan di Persia, Humayun berhasil menegakkan kembali kekuasaan Mughal di Delhi pada tahun 1555 M. Ia mengalahkan kekuatan Khan Syah. Setahun kemudian, yakni pada tahun 1556 Humayun meninggal. Ia digantikan oleh putranya Akbar.
- Akbar (1556-1605), Pengganti Humayun adalah raja Mughal paling kontroversial. Masa pemerintahannya dikenal sebagai masa kebangkitan dan kejayaan Mughal sebagai sebuah dinasti Islam yang besar di India. Ketika menerima tahta kerajaan ini Akbar baru berusia 14 tahun, sehingga seluruh urusan pemerintahan dipercayakan kepada Bairam Khan, seorang penganut Syi’ah. Di awal masa pemerintahannya, Akbar menghadapi pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang masih berkuasa di Punjab. Pemberontakan yang paling mengancam kekuasaan Akbar adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra. Pasukan pemberontak berusaha memasuki kota Delhi. Bairam Khan menyambut kedatangan pasukan tersebut sehingga terjadilah peperangan dahsyat yang disebut Panipat II pada tahun 1556 M. Himu dapat dikalahkan dan ditangkap, kemudian dieksekusi. Dengan demikian, Agra dan Gwalior dapat dikuasai penuh. Setelah Akbar dewasa ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran Syi’ah. Bairam Khan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M. Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai menyusun program ekspansi. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik.
Keberhasilan ekspansi militer Akbar menandai berdirinya Mughal sebagai
sebuah kerajaan besar. Dua gerbang India yakni kota Kabul sebagai gerbang ke
arah Turkistan, dan kota Kandahar sebagai gerbang ke arah Persia, dikuasai oleh
pemerintahan Mughal. Menurut Abu Su’ud, dengan keberhasilan ini Akbar bermaksud
ingin mendirikan Negara bangsa (nasional). Maka kebijakan yang dijalankannya
tidak begitu menonjolkan spirit Islam, tetapi bagaimana mempersatukan berbagai
etnis yang membangun dinastinya. Keberhasilan Akbar mengawali masa kemajuan
Mughal di India.[5]
- Jahangir (1605-1627), Kepemimpinan Jihangir yang didukung oleh kekuatan militer yang besar. Semua kekuatan musuh dan gerakan pemberontakan berhasil dipadamkan, sehingga seluruh rakyat hidup dengan aman dan damai. Pada masa kepemimpinannya, Jehangir berhasil menundukkan Bengala (1612 M), Mewar (1614 M) Kangra. Usaha-usaha pengamanan wilayah serta penaklukan yang ia lakukan mempertegas kenegarawanan yang diwarisi dari ayahnya yaitu Akbar.
- Syah Jihan (1628-1658) tampil meggantikan Jihangir. Bibit-bibit disintegrasi mulai tumbuh pada pemerintahannya. Hal ini sekaligus menjadi ujian terhadap politik toleransi Mughal. Dalam masa pemerintahannya terjadi dua kali pemberontakan. Tahun pertama masa pemerintahannya, Raja Jujhar Singh Bundela berupaya memberontak dan mengacau keamanan, namun berhasil dipadamkan. Raja Jujhar Singh Bundela kemudian diusir. Pemberontakan yang paling hebat datang dari Afghan Pir Lodi atau Khan Jahan, seorang gubernur dari provinsi bagian Selatan. Pemberontakan ini cukup menyulitkan. Namun pada tahun 1631 pemberontakan inipun dipatahkan dan Khan Jahan dihukum mati.
Pada masa ini para pemukim Portugis di Hughli Bengala mulai berulah. Di
samping mengganggu keamanan dan toleransi hidup beragama, mereka menculik
anak-anak untuk dibaptis masuk agama Kristen. Tahun 1632 Shah Jahan berhasil
mengusir para pemukim Portugis dan mencabut hak-hak istimewa mereka. Shah Jehan
meninggal dunia pada 1657, setelah menderita sakit keras. Setelah kematiannya
terjadi perang saudara. Perang saudara tersebut pada akhirnya menghantar
Aurangzeb sebagai pemegang Dinasti Mughal berikutnya.
- Aurangzeb (1658-1707), Aurangzeb (1658-1707) menghadapi tugas yang berat. Kedaulatan Mughal sebagai entitas Muslim India nyaris hancur akibat perang saudara. Maka pada masa pemerintahannya dikenal sebagai masa pengembalian kedaulatan umat Islam. Penulis menilai periode ini merupakan masa konsolidasi II Kerajaan Mughal sebagai sebuah kerajaan dan sebagai negeri Islam. Aurangzeb berusaha mengembalikan supremasi agama Islam yang mulai kabur akibat kebijakan politik keagamaan Akbar.
- Bahadur Syah (1707-1712), Raja-raja pengganti Aurangzeb merupakan penguasa yang lemah sehingga tidak mampu mengatasi kemerosotan politik dalam negeri. Raja-raja sesudah Aurangzeb mengawali kemunduran dan kehancuran Kerajaan Mughal.
Bahadur Syah menggantikan kedudukan Aurangzeb. Lima tahun kemudian terjadi
perebutan antara putra-putra Bahadur Syah. Jehandar dimenangkan dalam persaingan
tersebut dan sekaligus dinobatkan sebagai raja Mughal oleh Jenderal Zulfiqar
Khan meskipun Jehandar adalah yang paling lemah di antara putra Bahadur.
Penobatan ini ditentang oleh Muhammad Fahrukhsiyar, keponakannya sendiri.
Dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1713, Fahrukhsiyar keluar sebagai
pemenang. Ia menduduki tahta kerajaan sampai pada tahun 1719 M. Sang raja
meninggal terbunuh oleh komplotan Sayyid Husein Ali dan Sayyid Hasan Ali.
Keduanya kemudian mengangkat Muhammad Syah (1719-1748). Ia kemudian dipecat dan
diusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadzir Syah. Tampilnya sejumlah
penguasa lemah bersamaan dengan terjadinya perebutan kekuasaan ini selain
memperlemah kerajaan juga membuat pemerintahan pusat tidak terurus secara baik.
Akibatnya pemerintahan daerah berupaya untuk melepaskan loyalitas dan
integritasnya terhadap pemerintahan pusat.
- Jehandar (1712-1713), Pada masa pemerintahan Syah Alam (1760-1806) Kerajaan Mughal diserang oleh pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani. Kekalahan Mughal dari serangan ini, berakibat jatuhnya Mughal ke dalam kekuasaan Afghan. Syah Alam tetap diizinkan berkuasa di Delhi dengan jabatan sebagaiSultan
- Akbar II (1806-1837 M) pengganti Syah Alam, memberikan konsesi kepada EIC untuk mengembangkan perdagangan di India sebagaimana yang diinginkan oleh pihak Inggris, dengan syarat bahwa pihak perusahaan Inggris harus menjamin penghidupan raja dan keluarga istana. Kehadiran EIC menjadi awal masuknya pengaruh Inggris di India.
- Bahadur Syah (1837-1858). Bahadur Syah (1837-1858) pengganti Akbar II menentang isi perjanjian yang telah disepakati oleh ayahnya. Hal ini menimbulkan konflik antara Bahadur Syah dengan pihak Inggris. Bahadur Syah, raja terakhir Kerajaan Mughal diusir dari istana pada tahun (1885 M). Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kerajaan Islam Mughal di India.[6]
B. Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mughal
1. Bidang Politik dan Administrasi
Pemerintahan
ü Perluasan wilayah.
Ia berhasil menguasai Chundar,
Ghond, Chitor,Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir,
Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. dan konsolidasi
kekuatan. Usaha ini berlangsung hingga masa pemerintahan Aurangzeb.[7]
ü Menjalankan roda pemerintahan secara, pemerintahan
militeristik.
Pemerintahan daerah dipegang oleh
seorang Sipah Salar (kepala komandan), sedang sub-distrik dipegang oleh Faujdar
(komandan). Jabatan-jabatan sipil juga diberi jenjang kepangkatan yang bercorak
kemiliteran. Pejabat-pejabat itu memang diharuskan mengikuti latihan
kemiliteran
ü Akbar menerapkan politik toleransi universal (sulakhul).
Dengan politik ini, semua rakyat
India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama.
Politik ini dinilai sebagai model toleransi yang pernah dipraktekkan oleh
penguasa Islam.[8]
Pada Masa Akbar terbentuk landasan
institusional dan geografis bagi kekuatan imperiumnya yang dijalankan oleh elit
militer dan politik yang pada umumnya terdiri dari pembesar-pembesar Afghan,
Iran, Turki, dan Muslim Asli India. Peran penguasa di samping sebagai seorang
panglima tentara juga sebagai pemimpin jihad.
Para pejabat dipindahkan dari sebuah
jagir kepada jagir lainnya untuk menghindarkan mereka mencapai interes yang
besar dalam sebuah wilayah tertentu. Jagir adalah sebidang tanah yang
diperuntukkan bagi pejabat yang sedang berkuasa. Dengan demikian tanah yang
diperuntukkan tersebut jarang sekali menjadi hak milik pejabat, kecuali hanya
hak pakai.[9]
Wilayah imperium juga dibagi menjadi
sejumlah propinsi dan distrik yang dikelola oleh seorang yang dipimpin oleh
pejabat pemerintahan pusat untuk mengamankan pengumpulan pajak dan untuk
mencegah penyalahgunaan oleh kaum petani.
2. Bidang Ekonomi
Terbentuknya sistem pemberian
pinjaman bagi usaha pertanian.
Adanya sistem pemerintahan lokal yang digunakan untuk
mengumpulkan hasil pertanian dan melindungi petani. Setiap perkampungan petani
dikepalai oleh seorang pejabat lokal, yang dinamakan muqaddam atau patel, yang
mana kedudukan yang dimilikinya dapat diwariskan, bertanggungjawab kepada
atasannya untuk menyetorkan penghasilan dan menghindarkan tindak kejahatan.
Kaum petani dilindungi hak pemilikan atas tanah dan hak mewariskannya, tetapi
mereka juga terikat terhadapnya.
Sistem pengumpulan pajak yang
diberlakukan pada beberapa propinsi utama pada imperium ini. Perpajakan
dikelola sesuai dengan sistem zabt. Sejumlah pembayaran tertentu dibebankan
pada tiap unit tanah dan harus dibayar secara tunai. Besarnya beban tersebut
didasarkan pada nilai rata-rata hasil pertanian dalam sepuluh tahun terakhir.
Hasil pajak yang terkumpul dipercayakan kepada jagirdar, tetapi para pejabat
lokal yang mewakili pemerintahan pusat mempunyai peran penting dalam
pengumpulan pajak. Di tingkat subdistrik administrasi lokal dipercayakan kepada
seorang qanungo, yang menjaga jumlah pajak lokal dan yang melakukan pengawasan
terhadap agen-agen jagirdar, dan seorang chaudhuri, yang mengumpulkan dana
(uang pajak) dari zamindar.[10]
Perdagangan dan pengolahan industri
pertanian mulai berkembang. Pada asa Akbar konsesi perdagangan diberikan kepada
The British East India Company (EIC) Perusahaan Inggris dan India Timur untuk
menjalankan usaha perdagangan di India sejak tahun 1600. Mereka mengekspor
katun dan busa sutera India, bahan baku sutera, sendawa, nila dan rempah dan
mengimpor perak dan jenis logam lainnya dalam jumlah yang besar.
3. Bidang Agama
Pada masa Akbar, perkembangan agama
Islam di Kerajaan Mughal mencapai suatu fase yang menarik, di mana pada masa
itu Akbar memproklamasikan sebuah cara baru dalam beragama, yaitu konsep DiniIlahi.
Karena aliran ini Akbar mendapat kritik dari berbagai lapisan umat Islam.
Bahkan Akbar dituduh membuat agama baru. Pada prakteknya, DiniIlahi bukan
sebuah ajaran tentang agama Islam. Namun konsepsi itu merupakan upaya
mempersatukan umat-umat beragama di India. Sayangnya, konsepsi tersebut
mengesankan kegilaan Akbar terhadap kekuasaan dengan simbol-simbol agama yang
di kedepankan. Umar Asasuddin Sokah, seorang peneliti dan Guru Besar di
Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyamakan konsepsi DiniIlahi
dengan Pancasila di Indonesia. Penelitiannya menyimpulkan, “Dinillahi itu
merupakan (semacam Ideologi/dasar pemerintahan Akbar) dan Pancasilanya bagi
bangsa Indonesia.
Perbedaan kasta di India membawa
keuntungan terhadap pengembangan Islam, seperti pada daerah Benggal, Islam
langsung disambut dengan tangan terbuka oleh penduduk terutama dari kasta
rendah yang merasa disia-siakan dan dikutuk oleh golongan Arya Hindu yang
angkuh. Pengaruh Parsi sangat kuat, hal itu terlihat dengan digunakanya bahasa
Persia menjadi bahasa resmi Mughal dan bahasa dakwah, oleh sebab itu
percampuran budaya Persia dengan budaya India dan Islam melahirkan budaya Islam
India yang dikembangkan oleh Dinasti Mughal.[11]
Berkembangnya aliran keagamaan Islam
di India. Sebelum dinasti Mughal, muslim India adalah penganut Sunni fanatik.
Tetapi penguasa Mughal memberi tempat bagi Syi’ah untuk mengembangkan
pengaruhnya.
Pada masa ini juga dibentuk sejumlah
badan keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap mazhab hukum, tariqat Sufi,
persekutuan terhadap ajaran Syaikh, ulama, dan wali individual. Mereka terdiri
dari warga Sunni dan Syi’i.[12]
Pada masa Aurangzeb berhasil disusun
sebuah risalah hukum Islam atau upaya kodifikasi hukum Islam yang dinamakan
fatwa Alamgiri. Kodifikasi ini menurut hemat penulis ditujukan untuk meluruskan
dan menjaga syari’at Islam yang nyaris kacau akibat politik Sulakhul dan DiniIlahi.
4. Bidang Seni dan Budaya
Munculnya beberapa karya sastra
tinggi seperti Padmavat yang mengandung pesan kebajikan manusia gubahan
Muhammad Jayazi, seorang penyair istana. Abu Fadhl menulis Akbar Nameh dan Aini
Akbari yang berisi sejarah Mughal dan pemimpinnya.
Kerajaan Mughal termasuk sukses
dalam bidang arsitektur. Tajmahal di Agra merupakan puncak karya arsitektur
pada masanya, diikuti oleh Istana Fatpur Sikri peninggalan Akbar dan Mesjid
Raya Delhi di Lahore. Di kota Delhi Lama (Old Delhi), lokasi bekas pusat
Kerajaan Mughal, terdapat menara Qutub Minar (1199), Masjid Jami Quwwatul Islam
(1197), makam Iltutmish (1235), benteng Alai Darwaza (1305), Masjid Khirki
(1375), makam Nashirudin Humayun, raja Mughal ke-2 (1530-1555). Di kota
Hyderabad, terdapat empat menara benteng Char Minar (1591). Di kota Jaunpur,
berdiri tegak Masjid Jami Atala (1405).[13]
C. Sebab-sebab
Kemunduran dan Keruntuhan Kerajaan Mughal
Raja-raja pengganti Aurangzeb
merupakan penguasa yang lemah sehingga tidak mampu mengatasi kemerosotan
politik dalam negeri.Tanda-tanda kemunduran sudah terlihat dengan indikator
sebagaimana berikut :
- Internal; Tampilnya sejumlah penguasa lemah, terjadinya perebutan kekuasaan, dan lemahnya kontrol pemerintahan pusat.
- Eksternal; Terjadinya pemberontakan di mana-mana, seperti pemberontakan kaum Sikh di Utara, gerakan separatis Hindu di India tengah, kaum muslimin sendiri di Timur, dan yang terberat adalah invasi Inggris melalui EIC.[14]
Dominasi Inggris diduga sebagai
faktor pendorong kehancuran Mughal. Pada waktu itu EIC mengalami kerugian.
Untuk menutupi kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan
pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena
rakyat merasa ditekan, maka mereka, baik yang beragama Hindu maupun Islam
bangkit mengadakan pemberontakan.
Mereka meminta kepada Bahadur Syah
untuk menjadi lambang perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan
kerajaan. Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan
Inggris pada bulan Mei 1857 M. Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah.
Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak.
Mereka diusir dari kota Delhi, rumah-rumah ibadah banyak yang dihancurkan, dan
Bahadur Syah, raja Mughal terakhir, diusir dari istana (1858 M). Dengan
demikian berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal di daratan India.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti
Mughal mundur dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M yaitu:
- Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal.
- Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
- Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
- Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.[15]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tonybee menyatakan setiap kebudayaan
yang dewasa memiliki empat tahap
hidup: lahir, tumbuh, runtuh, dan silam. Kerajaan
Mughal telah melewati konsepsi itu. Namun Kerajaan Mughal tidak mungkin lepas
dari sejarah Islam sekaligus sejarah India, karena kerajaan ini merupakan
warisan dua peradaban besar tersebut. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan
bahwa :
- Islam telah mewariskan dan memberi pengayaan terhadap khazanah kebudayaan India. Sepertinya tepat yang ditulis oleh Roger Garaudy bahwa “Islam telah membawakan kepada manusia suatu dimensi transenden (ketuhanan) dan dimensi masyarakat (umat) .
- Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.
- Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mughal telah memberi inspirasi bagi perkembangan peradaban dunia baik politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Misalnya, politik toleransi (sulakhul), system pengelolaan pajak, seni arsitektur dan sebagainya.
- Kerajaan Mughal telah berhasil membentuk sebuah kosmopolitan Islam-India daripada membentuk sebuah kultur Muslim secara eksklusif.
- Kemunduran suatu peradaban tidak lepas dari lemahnya kontrol dari elit penguasa, dukungan rakyat dan kuatnya sistem keamanan. Karena itu masuknya kekuatan asing dengan bentuk apapun perlu diwaspadai.
B. Saran
Penulis sangat
menyadari akan kekurangan-kekurangan yang ada pada makalah ini. Baik dari segi
ilmunya maupun dari segi penulisannya. Itu semua disebabkan kurangnya referensi
yang digunakan dan kurangnya pengalaman penulisannya. Untuk itu, apabila ada
kritikan maupun saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat diharapkan
oleh penulis, agar di penulisan berikutnya penulis dapat memperbaikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta
: PT. Raja Grafindo
Persada,1993)
Bakri, Syamsul. Peta Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta:
Fajar Media Press,
2011
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam,
(Bandung : Pustaka Setia, 2008)
Sunanto, Musrifah. Sejarah Islam Klasik. Bogor:
Kencana, 2003.
[2]
Badri Yatim,
Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.1993. h.161
[3]Ajid Thahir. Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2004. h. 202-203
[8]
Musrifah
Sunanto. Sejarah Islam Klasik. Bogor: Kencana. 2003. h. 261.
[12]
Badri Yatim,
Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,1993.h. 165
Tidak ada komentar:
Posting Komentar